Minggu, 02 Desember 2012

KONFLIK BURUH DAN PEGAWAI


Definisi dan Teori
Buruh adalah aset bangsa. Kontribusi tenaga kerja terbukti ikut menggerakkan dan menopang perekonomian. Namun, publik menilai kondisi perburuhan nasional saat ini masih buruk. Peran pemerintah dan pengusaha untuk memperbaiki kehidupan buruh dianggap belum memadai.
Hasil jajak pendapat Kompas mengungkap pandangan publik bahwa kondisi kesejahteraan buruh dan perlindungan hukum terhadap hak-hak buruh belum memadai. Satu dari dua responden jajak pendapat tersebut menyatakan, secara umum kondisi perburuhan nasional saat ini sangat buruk. Kondisi perburuhan nasional tersebut menyangkut dua hal, yakni upah buruh yang belum layak dan kurangnya perlindungan hukum terhadap buruh.

Lebih dari tiga perempat responden jajak pendapat menegaskan, upah buruh yang diberikan selama ini belum layak memenuhi kebutuhan dasar para buruh. Meskipun pemerintah telah menetapkan standar upah minimum di tiap daerah (UMR), publik menilai angkanya masih jauh dari memadai.
Besarnya perhatian publik terhadap pengupahan buruh karena pemerintah dinilai sering lalai dalam mengawasi pengusaha yang suka memanipulasi upah buruh. Sementara para pengusaha di mata publik enggan membayar upah yang layak kepada buruh karena lebih berorientasi pada akumulasi modal dan keuntungan. Meski sudah menjadi persoalan klasik, sampai saat ini belum tampak terobosan signifikan untuk memperbaiki sistem pengupahan demi kehidupan buruh yang lebih layak.
Dalam sejarah politik di Indonesia, partai politik yang mengklaim berbasis buruh belum meraih dukungan signifikan, bahkan keberadaannya cenderung menurun. Pada Pemilu 1999 terdapat empat parpol berbasis buruh, yakni Partai Solidaritas Pekerja, Partai Buruh Nasional, Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia, dan Partai Pekerja Indonesia. Dalam Pemilu 2004 hanya ada satu parpol, yakni Partai Buruh Sosial Demokrat. Partai ini berubah nama menjadi Partai Buruh pada Pemilu 2009.

Pemerintah-pengusaha
Gambaran suram terhadap kesejahteraan dan perlindungan hukum kaum buruh dinilai publik berkaitan dengan minimnya upaya pemerintah membuat kebijakan yang bisa mengubah kehidupan buruh. Upaya pemerintah yang diteropong publik jajak pendapat ini menyangkut empat hal, yakni jaminan sosial, jaminan status pekerja, perselisihan perburuhan, serta diskriminasi antara pekerja lokal dan asing.
Terkait dengan empat hal tersebut, mayoritas responden (84,3 persen) melihat pemerintah masih belum bisa menjamin status pekerja. Dengan kata lain, perlindungan atas hak buruh mendapatkan pekerjaan dan tetap bekerja belum bisa dijamin pemerintah. Selain didorong oleh tuntutan akan upah yang layak, banyak perselisihan perburuhan juga kerap terjadi karena tindakan sewenang-wenang pemilik usaha memecat buruh.
Lebih dari tiga perempat responden jajak pendapat ini menyatakan minimnya upaya pemerintah melindungi hak buruh dalam perselisihan perburuhan ataupun kasus-kasus diskriminasi antara pekerja lokal dan asing. Dalam konflik-konflik perburuhan, lembaga bipartit atau tripartit yang menangani perselisihan perburuhan kerap tak mampu memberikan jaminan terpenuhinya hak-hak para buruh. Lebih jauh, pemerintah juga dinilai kurang bisa melindungi pekerja lokal jika harus berhadapan dengan pengusaha asing.
Pemerintah selaku regulator ketenagakerjaan seolah tak berdaya di hadapan pemilik modal. Atas nama peningkatan investasi, pemerintah lalu merancang sistem pengupahan yang kondusif terhadap iklim investasi. Peran pemerintah dalam memelihara hak-hak dasar buruh, seperti kehidupan yang layak, melemah seiring dengan tuntutan peningkatan investasi.
Akibatnya, hubungan kerja yang tercipta antara pengusaha dan buruh pun berjalan timpang. Pengusaha akan terus mengeksploitasi buruh melalui upah murah serta perlindungan hukum dan kerja yang minim. Realitas kerja seperti ini juga dirasakan responden. Dalam jajak pendapat ini terungkap, 66,1 persen responden menunjukkan kekecewaan mereka terhadap pengusaha dalam memperhatikan nasib buruh. Menurut mereka, peran pengusaha dalam memberikan upah yang layak kepada buruh tidak memadai.
Pandangan yang sama juga diungkapkan 52,2 persen responden terkait dengan penyediaan lingkungan kerja yang nyaman untuk buruh. Bahkan, untuk status buruh pun, 66,4 persen responden masih melihat keengganan para pengusaha dalam memberikan kepastian.
CONTOH KASUS :

KLATEN – Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Klaten menganjurkan manajemen PT SC Enterprises (SCE) mempekerjakan kembali 42 mantan buruh yang sudah diputus hubungan kerja (PHK) pada pertengahan Mei lalu.
Surat itu sudah diberikan kepada perwakilan mantan buruh dan manajemen PT SCE pada Senin (25/6) lalu. Turunnya surat anjuran tersebut merupakan buntut dari gagalnya mediasi yang mempertemukan antara mantan buruh dan manajemen PT SCE selama tiga kali. Perwakilan dari manajemen PT SCE mangkir dalam tiga mediasi yang digelar pada tanggal 28 Mei, 4 Juni, dan 11 Juni itu.
Penyelesaian
Sesuai dengan UU No 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, pemerintah daerah diharuskan membuat surat anjuran karena upaya mediasi gagal ditempuh.
“Surat No 567/1320/14 itu menganjurkan PT SCE mempekerjakan kembali 42 pekerja yang telah di-PHK sepihak,” ujar Humas Konfederasi Konggres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Cabang Jogja yang mengadvokasi mantan buruh PT SCE, Mahendra, kepada Espos, Jumat (29/6).
Sementara itu, mediator dari Dinsosnakertrans Klaten, Asfan Harahap, mengatakan anjuran itu tidak bersifat mengikat. Pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada manajemen PT SCE untuk menolak atau menerima anjuran tersebut. “Kalau perusahaan ternyata menolak anjuran, surat itu bisa menjadi bahan pertimbangan bagi mantan buruh untuk membawa kasus ini ke PHI (pengadilan hubungan industrial-red),” tukas Asfan saat ditemui wartawan di ruang kerjanya.
Asfan menjelaskan, Dinsosnakertrans sudah menjalankan mekanisme penyelesaikan perselisihan antara manajemen PT SCE dan mantan buruh sesuai prosedur. Menurutnya, kewenangan Dinsosnakertrans hanya sebatas menggelar mediasi hingga membuat surat anjuran. “Surat anjuran itu sekaligus menandai bahwa tugas Dinsosnakertrans untuk menyelesaikan polemik antara perusahaan dan buruh sudah selesai. Kalau perusahaan tak mematuhi anjuran, silakan melayangkan gugatan melalui PHI. Kalau di PHI tetap tak ada hasil, kasus ini bisa dibawa ke Mahkamah Agung,” terang Asfan.
Berikut di bawah ini penjelasan lebih lanjut mengenai mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat dilakukan:
  1. Penyelesaian melalui perundingan bipartit, yaitu perundingan dua pihak antara pengusaha atau gabungan pengusaha dan buruh atau serikat buruh. Bila dalam perundingan bipartit mencapai kata sepakat mengenai penyelesaiannya maka para pihak membuat perjanjian bersama yang kemudian didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial setempat, namun apabila dalam perundingan tidak mencapai kata sepakat, maka salah satu pihak mendaftarkan kepada pejabat Dinas Tenaga Kerja setempat yang kemudian para pihak yang berselisih akan ditawarkan untuk menyelesaikan perselisihan tersebut melalui jalan mediasi, konsiliasi atau arbitrase;
  2. Penyelesaian melalui mediasi, yaitu penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral dari pihak Depnaker, yang antara lain mengenai perselisihan hak, kepentingan, PHK dan perselisihan antar serikat buruh dalam satu perusahaan. Dalam mediasi bilamana para pihak sepakat maka akan dibuat perjanjian bersama yang kemudian akan didaftarkan di pengadilan hubungan industrial, namun bilamana tidak ditemukan kata sepakat maka mediator akan mengeluarkan anjuran secara tertulis, bila anjuran diterima maka para pihak mendaftarkan anjuran tersebut ke Pengadilan Hubungan Industrial, dan apabila para pihak atau salah satu pihak menolak anjuran maka pihak yang menolak dapat mengajukan tuntutan kepada pihak yang lain melalui pengadilan yang sama;
  3. Penyelesaian melalui konsiliasi, yaitu penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang konsiliator (yang dalam ketentuan undang-undang PHI adalah pegawai perantara swasta bukan dari Depnaker sebagaimana mediasi) dalam menyelesaikan perselisihan kepentingan, Pemutusan Hubungan Kerja dan perselisihan antar serikat buruh dalam satu perusahaan. Dalam hal terjadi kesepakatan maka akan dituangkan kedalam perjanjian bersama dan akan didaftarkan ke pengadilan terkait, namun bila tidak ada kata sepakat maka akan diberi anjuran yang boleh diterima ataupun ditolak, dan terhadap penolakan dari para pihak ataupun salah satu pihak maka dapat diajukan tuntutan kepada pihak lain melalui pengadilan hubungan industrial;
  4. Penyelesaian melalui arbitrase, yaitu penyelesaian perselisihan di luar pengadilan hubungan industrial atas perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat buruh dalam suatu perusahaan yang dapat ditempuh melalui kesepakatan tertulis yang berisi bahwa para pihak sepakat untuk menyerahkan perselisihan kepada para arbiter. Keputusan arbitrase merupakan keputusan final dan mengikat para pihak yang berselisih, dan para arbiter tersebut dipilih sendiri oleh para pihak yang berselisih dari daftar yang ditetapkan oleh menteri;
  5. Penyelesaian melalui pengadilan hubungan industrial, yaitu penyelesaian perselisihan melalui pengadilan yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri berdasarkan hukum acara perdata. Pengadilan hubungan industrial merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir terkait perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat buruh, namun tidah terhadap perselisihan hak dan pemutusan hubungan kerja karena masih diperbolehkan upaya hukum ketingkat kasasi bagi para pihak yang tidak puas atas keputusan PHI, serta peninjauan kembali ke Mahkamah Agung bilamana terdapat bukti-bukti baru yang ditemukan oleh salah satu pihak yang berselisih.


SUDUT PANDANG PEMERINTAH DALAM MENGATASI MASALAH TENAGA KERJA DI INDONESIA :

1.      Meningkatkan mutu tenaga kerja
Pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu tenaga kerja dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan bagi tenaga kerja. Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kemampuan dan produktivitas tenaga kerja. Dengan adanya pelatihan kerja diharapkan dapat meningkatkan kualitas tenaga kerja sehingga mampu bersaing dengan tenaga kerja luar negeri.
2.      Memperluas kesempatan kerja
Pemerintah berupaya untuk memperluas kesempatan kerja dengan cara berikut ini, mendirikan industri atau pabrik yang bersifat padat karya, mendorong usaha-usaha kecil menengah, mengintensifkan pekerjaan di daerah pedesaan, meningkatkan investasi (penanaman modal) asing.
3.      Memperluas pemerataan lapangan kerja
Pemerintah mengoptimalkan informasi pemberitahuan lowongan kerja kepada para pencari kerja melalui pasar kerja. Dengan cara ini diharapkan pencari kerja mudah mendapatkan informasi lowongan pekerjaan.
4.      Memperbaiki sistem pengupahan
Pemerintah harus memerhatikan penghasilan yang layak bagi pekerja. Untuk itu pemerintah menetapkan upah minimum regional (UMR). Dengan penetapan upah minimum berarti pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum yang ditetapkan.


SUDUT PANDANG PERUSAHAAN DALAM KESEJAHTERAAN PEKERJA :

Disatu sisi pun Perusahaan swasta juga harus pro aktif dalam kesejahteraan buruh dengan menjadikan pekerja sebagai nilai asset yang tak ternilai tetapi terjamin. Karena dengan menjadikan karyawan sebagai nilai investasi maka harmonisasi suasana kerja, suasana perusahaan akan terjamin dengan tidak keluar masuknya pekerja diperusahaan tersebut. Penerapan system outsourching punharus dilaksanakan sebagaimana mestinya. Tidak serta merta melimpahkan status karyawan maka sistem pengupahan pun telat dilaksanakan, lembur tak terbayarkan serta kesehatan pun tak tergantikan. Biar bagaimanapun pekerja adalah asset perusahaan yang sangat berharga dan tak ternilai harganya. Oleh karenanya para pengusaha harus berlaku adil dan bijaksana tidak semena-mena memperlakukan para buruh yang telah bekerja untuk memenuhi kebutuhan perusahaan, dan tepat waktu dalam memberikan upah yang sesuai dan tunjangan serta memberikan fasilitas dan pelayanan yang baik kepada buruh tempat dimana mereka bekerja.

SUDUT PANDANG BURUH :

Buruh juga harus mempunyai itikad baik dalam menyelesaikan konflik yang dilakukan oleh perusahaan yang telah menganggap mereka semena-mena. Dalam melakukan demo buruh harusnya memperhatikan hal-hal yang tidak merugikan orang lain. Karena masyarakat publik merasa dirugikan dan terganggu aktifitasnya akibat adanya demo yang dilakukan para buruh. Buruh juga jangan melakukan demo secara anarkis yang dapat merugikan orang lain bahkan merugikan diri mereka msing-masing.

Sumber :